Keperawanan yang Rawan
Tadi pagi aku nonton Cerita Pagi di salah satu stasiun TV swasta. Temanya adalah mengenai keperawanan yang dkomersialkan. Miris melihatnya, dan ini adalah kenyataan yang terjadi. Bahkan Anda mungkin mengetahuinya dengan pasti, bahwa keperawanan di jaman ini amatlah rawan. Dan alasannya tentu berbeda-beda. Tapi yang pasti, kurang iman, itulah salah satu jawabannya.
Saat kelas 2 (dua) SMA dulu kami mencoba mendata 5 siswi baru tercantik di sekolah kami. Dengan target, tiap orang dari kami harus mendapatkan salah satu dari mereka tuk dijadikan pacar. Dan disitu terungkaplah satu dari lima gadis yang masuk ominasi sudah tidak perawan lagi. Pergaulan bebaslah yang membuatnya melepas keperawan untuk sang kekasih pujaan, “atas nama cinta”.
Saat ku kuliah semester tiga, ada beberapa mahasiswi baru yang mencoba memikat hatiku (maklum saat itu aku panitia OSPEK). Dua diantara mereka saling mengenal. Dan yang mengejutkan, di tempat terpisah mereka saling membuka aib satu sama lain. Si A mengatakan bahwa si B sudah tidak perawan lagi dan si B pun mengatakan hal yang sama tentang si A. Dan penyebabnya terungkap, diserahkan “atas nama cinta” pada pacarnya.
Dalam perjalanan petualangan, aku menemukan beberapa gadis yang dengan mudah bersedia memasrahkan kegadisannya padaku. Untung saja aku bukan termasuk lelaki yang tak menghargai ibu dan saudarinya sendiri. Ketika hampir saja itu terjadi, ku kembali teringat bahwa perbuatan itu amatlah dosa. Tapi, seberapa kuatkah iman kita tuk tak melakukannya?
Dengan memahami betul keadaan di sekitar, maka alangkah wajar jika aku begitu ketat terhadap satu-satunya adik perempuanku. Dia tidak boleh kuliah jika tidak di kampus yang diasramakan. Aku mungkin terlalu otoriter, tapi toh dengan itu alhamdulillah adikku selamat dari jeratan “cinta semu”. Dia kuliah di Kebidanan dan sekarang sudah menjadi Bidan Desa. Sudah menikah pula.
Beberapa kasus yang sama berlatar belakang berbeda. Keperawanan di jual demi beberapa lembar rupiah. Ada yang menjualnya Rp. 15.000.000 dan ini masih sangatlah murah jika dibandingkan dengan kegelisahan bathin yang pasti kan dirasakannya. Dia pasti kan merasa kecewa dan sedih. Setiap kali dia melupakannya, maka kegelisahan itu hanya pergi sesaat. Rasa takut akan kesulitan mencari lelaki yang tulus mau menikahinya selalu menghantui keseharian. Alhasil, operasi selaput dara pun dilakukannya. Dan biaya operasi tersebut lumayan besar. Dan jika mereka putus asa, maka mereka kan makin terjatuh pada lumpur dosa, kubangan yang menjijikan. Dan jangn biarkan ini terjadi. Sebagai lelaki, mencoba bijaklah!
Pernah ada gadis yang bertanya padaku, jika kelak istriku ternyata tidak perawan, apa yang kan kulakukan. Jujur, ini pertanyaan yang sungguh berat tuk dijawab. Aku katakan pada gadis tersebut kurang lebih seperti ini.
“Aku kan memintanya untuk jujur saat sebelum pernikahan itu terjadi. Karena kejujuran amatlah penting. Bisa saja selaput daranya robek karena sesuatu yang bukan disebabkan oleh prilaku tak senonoh.”
“Jika ternyata karena pergaulan bebas atau zina?” Tanya gadis itu lagi.
“Aku kan lihat seberapa besar dia menyesali perbuatannya dan bersungguh-sungguh telah bertobat. Aku juga kan melihat seperti apa dia sekarang. Alangkah tidak bijak jika kita hanya menjadikan masa lalu sebagai patokan.”
“Jadi, kaka kan menikahinya?” Gadis itu bertanaya kembali.
“Adik, berat memang tuk memastikan kaka kan menikahinya atau tidak. Tapi jika hati kaka dah cenderung kepadanya dan jika memang kami berjodoh. Kenapa tidak.”
Untuk para perempuan, tolong jangan pernah terjebak pada halusinasi cinta yang semu. Jangan dengan mudah merebahkan dirimua “atas nama cinta” pada lelaki tanpa ikatan pernikahan. Jangan kau buat awal kegelisahan karena kau belum tentu mampu mengakhirinya. Please!
Untuk para lelaki, tolong jangan kau rusak masa depan para perempuan. Biarkan mereka menjadi Kartini-Kartini masa kini yang mampu menggapai kegemilangan masa depannya. Pikirkanlah Ibu dan saudari kita. Relakah jika mereka “rusak”? Yuk mari kita jaga agar bunga tak layu sebelum berkembang.
Untuk diriku, moga aku mampu meredam gejolak kelaki-lakianku. Hingga waktunya tiba, dan terangkailah kisah indah malam pertama yang mempesona.